|
Navis B. Jolly (Inggris)
Saya lahir dalam lingkungan masyarakat Kristen, dan
saya dibaptis dalam Gereja Inggris serta mengikuti sekolah Gereja, di mana
sewaktu saya masih berumur belasan tahun telah membaca kisah Yesus Kristus,
seperti yang terdapat dalam Injil-injil. Hal itu menumbuhkan pengaruh emosional
yang mendalam pada jiwa saya, seperti juga saya merasakan hal yang sama pada
waktu setiap kali saya datang ke Gereja, melihat altar yang tinggi yang dipenuhi
dengan lilin menyala, kemenyan dan para pendeta dengan selendang-selendang
adatnya, dan saya mendengar nyanyian misterious di waktu sembahyang.
Saya yakin bahwa pada tahun-tahun yang hanya
sebentar itu, saya adalah seorang Kristen yang bersemangat. Kemudian berbareng
dengan kemajuan saya dalam belajar dan hubungan saya yang tetap dengan Injil
serta segala sesuatu yang bersangkutan dengan ke-Kristenan, terbentanglah luas
di hadapan saya kesempatan berpikir mengenai apa yang saya baca dan saya
saksikan, mengenai apa yang saya lakukan dan saya percayai. Segeralah saya mulai
merasa tidak puas mengenai beberapa hal. Pada waktu itu juga saya meninggalkan
sekolah gereja dan saya menjadi seorang atheis tulen, tidak mau percaya kepada
agama.
Tapi kemudian saya mulai lagi mempelajari
agama-agama lain yang penting-penting di dunia. Saya mulai mempelajari agama
Buddha. Saya pelajari dengan sungguh-sungguh itu jalan yang delapan, dan
ternyata memang tujuannya baik, tapi kurang memberi petunjuk dan kurang
terperinci.
Dalam agama Hindu saya dihadapkan bukan hanya
kepada tiga, tetapi kepada beberapa ratus Tuhan yang masing-masing memiliki
kisah sejarah yang sangat fantastik dan tidak mungkin bisa diterima oleh akal
saya.
Kemudian saya membaca sedikit tentang agama Yahudi,
tapi sebelum itu saya telah cukup banyak membaca tentangnya dalam Perjanjian
Lama yang menunjukkan bahwa agama Yahudi itu tidak dapat memenuhi beberapa nilai
yang mesti dimiliki oleh sesuatu agama.
Dengan bimbingan seorang sahabat, saya mulai
mempelajari soal-soal ilmu kerohanian, dan untuk itu saya harus menghadiri
majelisnya yang dikuasai oleh roh-roh orang yang sudah mati. Tapi saya tidak
meneruskan praktek ini lebih lama, karena saya yakin sepenuhnya bahwa hal itu
tidak lebih dari sekedar dorongan kejiwaan, dan saya menjadi takut untuk
melanjutkannya.
Sehabis perang dunia, saya berhasil mendapat
pekerjaan pada sebuah kantor di London. Akan tetapi pekerjaan itu tidak
mengurangi perhatian saya terhadap soal-soal agama. Pada suatu hari sebuah surat
kabar lokal memuat sebuah artikel yang saya sanggah dengan sebuah tulisan, yaitu
mengenai ketuhanan Yesus sebagaimana tersebut dalam Injil. Sanggahan saya itu
menghasilkan banyak hubungan antara saya dengan para pembaca yang di antaranya
terdapat seorang Muslim. Mulai saya berbicara dan berdiskusi tentang Islam
dengan kenalan saya yang baru ini. Dan pada setiap tinjauan saya tentang
macam-macam segi dari agama ini saya terjatuh. Walaupun saya pikir hal itu tidak
mungkin, saya harus mengakui bahwa yang sempurna telah sampai kepada kita
melalui seorang manusia biasa, sedangkan pemerintah-pemerintah yang paling
baikpun di abad ke-20 ini tidak mampu melebihi perundang-undangan yang diberikan
wahyu itu, bahkan negara-negara maju itu selalu mengutip susunannya dari susunan
Islam.
Pada waktu itu saya bertemu dengan beberapa orang
kaum Muslimin dan beberapa orang gadis Inggris yang meninggalkan agama mereka
(Kristen) dan dengan segala kemampuan mereka membantu saya dalam mengatasi
segala kesulitan yang saya hadapi. Hal itu terjadi karena memang kami
muncul/lahir dalam satu lingkungan. Tenaga/ bantuan mereka dicurahkan tanpa
pamrih.
Saya telah membaca banyak buku-buku. Saya ingat di
antaranya ialah buku "The Relegion of Islam", "Mohammad and Christ" dan "The
Sources of Christianity". Buku yang terakhir ini banyak menunjukkan persamaan
antara agama Kristen dan cerita-cerita khayal zaman penyembahan berhala purba.
Ini sangat mengesankan saya Yang terpenting dari semua itu ialah bahwa saya
telah membaca Al-Qur'an. Pada pertama kali, nampak kepada saya seakan-akan
kebanyakan isi Al-Qur'an itu berulang-ulang dan saya belum percaya sepenuhnya
atas semua isinya. Akan tetapi saya merasa bahwa isi Al-Qur'an itu telah meresap
ke dalam jiwa saya secara sedikit demi sedikit. Selang beberapa malam, saya
menemukan keinginan dalam jiwa saya untuk tidak melepaskan lagi Al-Qur'an dari
tangan saya. Kebanyakan yang menarik perhatian saya ialah itu persoalan yang
ajaib, bagamana bisa terjadi bahwa petunjuk yang demikian sempurna itu sampai
kepada alam kemanusiaan melalui manusia yang bersifat kekurangan. Kaum Muslimin
sendiri selalu mengatakan bahwa Nabi Muhxtnmad s.a.w. itu manusia
biasa.
Sungguh saya mengerti bahwa menurut Islam,
Rasul-rasul itu adalah orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa dan bahwa
wahyu bukan perkara baru, sebab dahulu wahyu pernah diturunkan kepada para Nabi
Yahudi dan bahwa Isa (Yesus) adalah Nabi terakhir dari kalangan bangsa Yahudi.
Akan tetapi sebuah teka-teki selalu menggoda pikiran saya: Mengapa wahyu itu
tidak diturunkan kepada Rasul-rasul abad kedua puluh?! Jawabnya, saya pikir
ialah apa yang diterangkan oleh Al-Qur'an bahwa Muhammad s.a.w adalah Rasul
Allah dan Nabi penutup. Hal itu jawaban yang sempurna dan tidak bisa dibantah,
karena bagamana bisa jadi diutus lagi Rasul-rasul sesudah Muhammad s.a.w.,
sedangkan Al-Qur'anul-Majid adalah sebuah Kitab yang komplit yang menjelaskan
segala sesuatu dan membenarkan segala yang ada di hadapan kita, dan bahwa
Al-Qur'an itu kekal untuk selama-lamanya tanpa penggantian dan perubahan,
sebagaimana dinyatakan oleh Al-Qur'an dan diperkuat dengan kenyataan:
Sesungguhnya Aku telah menurunkan
Al-Qur'an dan Aku menjaganya. -- Al-Hijr 9.
Tidak bisa diragukan bahwa sesudah itu tidak akan
ada kebutuhan lagi kepada Rasul-rasul dan Kitab-kitab baru. Hal itu tertanam
kuat dalam lubuk hati saya.
Saya baca bahwa Al-Qur'an itu petunjuk bagi mereka
yang berpikir dan Al-Qur'an menantang kepada setiap orang yang ragu-ragu, supaya
mereka membuat satu surat saja yang serupa dengan Surat Al-Qur'an:
Jika kamu berada dalam keraguan mengenai
apa yang telah Aku turunkan kepada hamba-Ku, datangkanlah satu surat yang
semacamnya dan panggillah berhala-berhala kamu, jika memang kamu benar. --
Al-Baqarah 23.
Saya berpikir keras, jika ternyata pengaturan
Al-Qur'an tentang hidup diberikan kepada seorang yang lahir pada tahun 570
Masehi, maka saya merasa pasti bahwa kita yang hidup pada tahun 1944 ini akan
mampu untuk mencapai ajaran yang lebih baik dari itu. Mulailah saya pelajari
kemungkinan ini, tapi ternyata saya gagal dalam segala lapangan.
Saya yakin, bahwa saya telah pernah terpengaruh
dengan apa yang saya dengar dari atas mimbar-mimbar Kristen yang menentang Islam
dalam soal poligami. Saya mengira bahwa saya dapat melancarkan kritik mengenai
masalah itu, karena waktu itu saya yakin bahwa teori Barat tentang monogami itu
lebih baik dari pada teori kolot yang menyerukan poligami. Soal itu saya
bicarakan dengan sahabat saya, orang Islam itu yang dengan kontan mengemukakan
bantahan yang meyakinkan bahwa bolehnya poligami itu dalam batas-batas tertentu.
Poligami itu hanya satu usaha untuk mengatasi apa yang sekarang terjadi di dunia
Barat, yaitu meluasnya hubungan-hubungan gelap antara dua jenis manusia yang
berbeda, dalam bentuk yang semakin beraneka-ragam. Keterangan sahabat saya itu
diperkuat dengan berita-berita yang tersiar dalam surat-surat kabar yang
menjelaskan sedikitnya jumlah orang-orang yang mencukupkan diri dalam praktek
dengan satu isteri saja di Inggris.
Saya sendiri melihat bahwa sesudah selesainya
perang, jumlah kaum wanita dalam usia tertentu menjadi lebih banyak dari pada
pria. Keadaan ini mengakibatkan ,tidak sedikit kaum wanita yang menghadapi
kesulitan untuk menemukan kesempatan bersuami. Apakah memang Allah s.w.t.
menciptakan wanita semata-mata untuk menghadapi kesulitan?
Saya selalu ingat, bahwa dalam program siaran radio
yang dikenal dengan nama "Dear Sir", seorang gadis Inggris yang belum pernah
kawin mengajukan tuntutan supaya diadakan undang-undang yang membolehkan
poligami. Dia mengatakan bahwa dirinya lebih baik hidup dalam ikatan perkawinan
bersama dengan istri-istri lain dari pada hidup menyendiri secara liar yang
seolah-olah menjadi ketentuan takdir buat dirinya.
Dalam Islam tidak ada kewajiban berpoligami, tapi
jelas bahwa tanda agama yang sempurna itu ialah memberikan kesempatan untuk
itu.
Kemudian kepada sahabat saya orang Islam itu saya
kemukakan masalah sembahyang wajib yang saya kira merupakan titik kelemahan
Islam, sebab melakukan sembahyang berulang-ulang sampai 5 kali itu setiap hari
dan malam itu mesti hanya merupakan kebiasaan yang tidak ada artinya. Akan
tetapi sahabat saya itu kontan menjawab dengan jelas. Dia berkata: "Bagamana
dengan praktek memetik alat-alat musik? Bukankah anda menghabiskan waktu
setengah jam setiap hari untuk mengulanginya? Apakah jiwa anda terpengaruh atau
tidak? Hal itu pasti hilang keindahannya, jika hanya sekedar kebiasaan saja.
Yang mempengaruhi jiwa kita itu ialah pikiran kita tentang apa yang kita
kerjakan. Demikian juga halnya dalam soal musik. Sebenarnya, memetik saja tanpa
pikiran sudah cukup berpengaruh ke dalam jiwa kita, dari pada tidak memetik sama
sekali. Begitu juga dalam hal sembahyang. Melakukan sembahyang tanpa pikiran
yang khusyuk saja sudah cukup baik pengaruhnya dalam jiwa kita, dari pada tidak
sembahyang sama sekali."
Setiap orang yang mempelajari musik mengakui
kebenaran ini. Apalagi jika kita tahu bahwa sembahyang Islam itu hanya berguna
bagi orang yang melakukannya sebagai latihan rohani, melebihi hikmah faedahnya
yang banyak. Sedangkan Allah Rabbul-'alamin tidak butuh kepada sembahyang
makhluk-makhluk ini.
Sesudah itu, mulailah jiwa saya menjadi tenang dan
berangsur-angsur dapat menerima kebenaran yang dibawa oleh Islam. Lalu saya
umumkan keimanan saya, dan saya memeluk Islam. Saya lakukan itu dengan penuh
kepuasan, dan saya buktikan bahwa hal itu bukan sekedar tindakan emosional, tapi
hasil pemikiran yang lama, terakhir hampir menghabiskan waktu dua tahun, selama
mana saya berusaha melawan segala hawa nafsu yang selalu ingin membelokkan saya
ke jalan yang lain. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar